Mama Salwa, ‘Sang Ibu Revolusi’ Bergabung ke Rab’a Adawiya

Mama Salwa adalah seorang ibu yang berperan serta secara aktif dalam berbagai demonstrasi. Dia tidak pernah meninggalkan Bundaran Tahrir pada revolusi 25 Januari untuk menggulingkan rezim yang berkuasa lebih dari 30 tahun.

Beliau tidak pernah ragu bergabung kepada demonstrasi apa saja demi memerangi kezhaliman. Maka beliau pun bergabung ke demonstrasi Rab’ah Adawiyah yang mendukung Presiden Mursi dan menentang pemerintahan militer.

Secara khusus, Mama Salwa meminta Presiden Mursi untuk bersabar dan teguh dalam memegang sikap dan haknya. Beliau menuduh media massa Mesir telah berkhianat dan melaksanakan agenda asing dalam menghancurkan lembaga-lembaga negara.


Karena sudah tidak bisa dianggap muda dan tetap aktif dan bersemangat dalam berbagai demonstrasi, para aktifis menggelarinya sebagai “Ibu Revolusi”.

Berkenaan dengan kudeta militer yang sering disebut sebagai pelengkap Revolusi 25 Januari 2011, beliau menyebutkan bahwa yang terjadi adalah kudeta militer 100%, tidak ada hubungannya sama sekali dengan demmokrasi. Kalau memang ada kebebasan berpendapat, maka kita semua pergi ke TPS, sedangkan yang terjadi sekarang adalah kerusuhan yang merambah seluruh wilayah. Semua ini telah dirancang sejak 25 Januari. Mereka ingin menggagalkan revolusi, dan melenyapkan mimpi-mimpi rakyat.

Menurutnya, banyak tangan terlibat dalam kudeta ini. Amerika, Israel, dan negera-negara Teluk. Tapi kita tidak boleh lupa dengan deep government yang banyak mengendalikan kerusuhan selama Mursi menjadi presiden.

Kudeta ini, lanjutnya, menyeret Mesir kepada jurang kehancuran. Lembaga-lembaga negara dihancurkan, rejim Mubarak kembali berkuasa, proyek-proyek nasional Mursi mandeg, darah yang mengalir di mana-mana, militer yang melemah, dan lainnya.

Terakhir, beliau menyebutkan bahwa jalan satu-satunya keluar dari bencana ini adalah kembali kepada kotak-kotak suara. Mungkin pihak pengkudeta tidak mau, karena mereka selalu kalah dalam pemungutan suara. Karena itu beliau menantang, “Kalau kalian benar-benar bisa mengumpulkan 33 juta orang demonstran pada 30 Juni kemarin, kenapa takut bertarung di pemilu?”

Mereka telah berbohong, mereka memilih perang kotor. Karena perang yang bersih adalah pemilu. (msa/sbb/dkw)