Ia
lahir dan dibesarkan dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya
Orang kaya dan terpandang. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak
muda Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tuanya demikian
rupa sebagaimana dialami Mush'ab bin Umair.
Serba
kecukupan, biasa hidup mewah dan manja, menjadi buah-bibir gadis-gadis
Mekah dan menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan, riwayat yang akan
meningkat sedemikian rupa hingga menjadi buah ceritera tentang keimanan,
menjadi tamsil dalam semangat kepahlawanan Sungguh, suatu riwayat penuh
pesona. Menjadi bunga majlis tempat-tempat pertemuan yang selalu
diharapkan kehadirannya oleh para anggota dan teman-temannya. Gayanya
yang tampan dan otaknya yang cerdas
merupakan keistimewaan Ibnu Umair, menjadi daya pemikat dan pembuka jalan pemecahan masalah.
merupakan keistimewaan Ibnu Umair, menjadi daya pemikat dan pembuka jalan pemecahan masalah.
Di
antara berita yang didengarnya ialah bahwa Rasulullah bersama
pengikutnya biasa mengadakan pertemuan di suatu tempat yang terhindar
jauh dari gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman-ancamannya, yaitu di
bukit Shafa di rumah Arqam bin Abil Arqam. Keraguannya tiada berjalan
lama, hanya sebentar waktu ia menunggu, maka pada suatu senja didorong
oleh kerinduannya pergilah ia ke rumah Arqam menyertai rombongan itu. Di
tempat itu Rasulullah saw. sering berkumpul dengan para shahabatnya,
tempat mengajamya ayat-ayat al-Quran dan membawa mereka shalat beribadat
kepada Allah Yang Maha Akbar.
Baru
saja Mush'ab mengambil tempat duduknya, ayat-ayat al-Quran mulai
mengalir dari kalbu Rasulullah bergema melalui kedua bibirnya dan sampai
ke telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu Mush'ab pun
terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah yang tepat menemui sasaran
pada kalbunya.
Hampir
saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya karena rasa haru, dan
serasa terbang ia karena gembira. Tetapi Rasulullah mengulurkan
tangannya yang penuh berkat dan kasih sayang dan mengurut dada pemuda
yang sedang panas bergejolak, hingga tiba-tiba menjadi sebuah lubuk hati
yang tenang dan damai, tak obah bagai lautan yang teduh dan dalam.
Adalah
Khunas binti Malik yakni ibunda Mush'ab, seorang yang berkepribadian
kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu gugat. la wanita
yang disegani bahkan ditakuti. Ketika Mush'ab menganut Islam, tiada satu
kekuatan pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya sendiri.
Bahkan
walau seluruh penduduk Mekah beserta berhala-berhala para pembesar dan
padang pasirnya berubah rupa menjadi suatu kekuatan yang menakutkan yang
hendak menyerang dan menghancurkannya, tentulah Mush'ab akan
menganggapnya enteng. Tapi tantangan dari ibunya bagi Mush'ab tidak
dapat dianggap kecil. Ia pun segera berpikir keras dan mengambil
keputusan untuk menyembunyikan keislamannya sampai terjadi sesuatu yang
dikehendaki Allah.
Demikianlah
ia senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri majlis Rasulullah,
sedang hatinya merasa bahagia dengan keimanan dan sedia menebusnya
dengan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita keislamannya.
Ketika keberadaannya diketahui, Berdirilah Mush'ab di hadapan ibu dan
keluarganya serta para pembesar Mekah yang berkumpul di rumahnya. Dengan
hati yang yakin dan pasti dibacakannya ayat-ayat al-Quran yang
disampaikan Rasulullah untuk mencuci hati nurani mereka, mengisinya
dengan hikmah dan kemuliaan, kejujuran dan ketaqwaan.
Ketika
sang ibu hendak membungkam mulut puteranya dengan tamparan keras,
tiba-tiba tangan yang terulur bagai anak panah itu surut dan jatuh
terkulai -- demi melihat nur atau cahaya yang membuat wajah yang telah
berseri cemerlang itu kian berwibawa dan patut diindahkan -- menimbulkan
suatu ketenangan yang mendorong dihentikannya tindakan Dibawalah
puteranya itu ke suatu tempat terpencil di rumahnya, lalu dikurung dan
dipenjarakannya amat rapat.
Demikianlah
beberapa lama Mush'ab tinggal dalam kurungan sampai saat beberapa orang
Muslimin hijrah ke Habsyi. Mendengar berita hijrah ini Mush'ab pun
mencari muslihat, dan berhasil mengelabui ibu dan penjaga-penjaganya,
lain pergi ke Habsyi melindungkan diri. Ia tinggal di sana bersama
saudara-saudaranya kaum Muhajirin, lain pulang ke Mekkah. Kemudian ia
pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para shahabat atas titah
Rasulullah dan karena taat kepadanya.
Pada
suatu hari ia tampil di hadapan beberapa orang Muslimin yang sedang
duduk sekeliling Rasulullah saw. Demi memandang Mush'ab, mereka sama
menundukkan kepala dan memejamkan mata, sementara beberapa orang matanya
basah karena duka. Mereka melihat Mush'ab memakai jubah usang yang
bertambal-tambal, padahal belum lagi hilang dari ingatan mereka
--pakaiannya sebelum masuk Lslam -- tak obahnya bagaikan kembang di
taman, berwarna warni dan menghamburkan bau yang wangi
Adapun
Rasulullah, menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta
kasih dan syukur dalam hati, pada kedua bihirnya tersungging senyuman
mulia, seraya bersabda:
Dahulu
saya lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi daiam memperoleh
kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalhannya semua itu demi
cintanya hepada Allah dan Rasul-Nya.
Semenjak
ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mush'ab kepada agama yang
lama, ia telah menghentikan segala pemberian yang biasa dilimpahkan
kepadanya, bahkan ia tak sudi nasinya dimakan orang yang telah
mengingkari berhala dan patut beroleh kutukan daripadanya, walau anak
kandungnya sendiri.
Akhir
pertemuan Mush'ab dengan ibunya, ketika perempuan itu hendak mencoba
mengurungnya lagi sewaktu ia pulang dari Habsyi. Ia pun bersumpah dan
menyatakan tekadnya untuk membunuh orang-orang suruhan ibunya bila
rencana itu dilakukan. Karena sang ibu telah mengetahui kebulatan tekad
puteranya yang telah mengambil satu keputusan, tak ada jalan lain
baginya kecuali melepasnya dengan cucuran air mata, sementara Mush'ab
mengucapkan selamat berpisah dengan menangis pula.
Demikian
Mush'ab meninggalkari kemewahan dan kesenangan yang dialaminya selama
itu, dan memilih hidup miskin dan sengsara. Pemuda ganteng dan perlente
itu, kini telah menjadi seorang melarat dengan pakaiannya yang kasar dan
usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar,
Suatu
saat Mush'ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas maha
penting saat itu. Ia menjadi duta atau utusan Rasul ke Madinah untuk
mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang-orang Anshar yang telah
beriman dan bai'at kepada Rasulullah di bukit 'Aqabah. Di samping itu
mengajak orang-orang lain untuk menganut Agama-Allah, serta
mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijratul Rasul sebagai
peristiwa besar
Sesampainya
di Madinah, didapatinya Kaum Muslimin di sana tidak lebih dari dua
belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah bai'at di bukit 'Aqabah.
Tetapi tiada sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang
sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasul-nya.
Di
Madinah Mush'ab tinggal sebagai tamu di rumah As'ad bin Zararah. Dengan
didampingi As'ad, ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah, rumah- rumah
dan tempat-tempat pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat; KitabSuci dari
Allah, menyampaian kalimattullah "bahwa Allah Tuhan Maha Esa" secara
hati-hati
Pernah
ia menghadapi beberapa peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta
shahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak karena kecerdasan akal dan
kebesaran jiwanya. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada
orang-orang, tiba-tiba disergap Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah
Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong Mush'ab dengan menyentakkan
lembingnya
Demi
dilihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api sedang
berkobar kepada orang-orang Islam yang duduk bersama Mush'ab, mereka pun
merasa kecut dan takut. Tetapi "Mush'ab yang baik" tetap tinggal tenang
dengan air muka yang tidak berubah. Bagaikan singa hendak menerkam,
Usaid berdiri di depan Mush'ab dan As'ad bin Zararah, bentaknya: "Apa
maksud kalian datang ke kampung kami ini, apakah hendak membodohi rakyat
kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin segera nyawa
kalian melayang!"
Seperti
tenang dan mantapnya samudera dalam..., laksana terang dan damainya
cahaya fajar ...,terpancarlah ketulusan hati "Mush'ab yang baik", dan
bergeraklah lidahnya mengeluarkan ucapan halus, katanya: "Kenapa anda
tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya anda menyukai nanti, anda
dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa
yang tidak anda sukai itu!"
Sebenamya
Usaid seorang berakal dan berfikiran sehat. Dan sekarang ini ia diajak
oleh Mush'ab untuk berbicara dan meminta petimbangan kepada hati
nuraninya sendiri. Yang dimintanya hanyalah agar ia bersedia mendengar
dan bukan lainnya. Jika ia menyetujui, ia akan membiarkan Mush'ab, dan
jika tidak, maka Mush'ab berjanji akan meninggalkan kampung dan
masyarakat mereka untuk mencari tempat dan masyauakat lain, dengan tidak
merugikan ataupun dirugikan orang lain.
"Sekarang
saya insaf", ujar Usaid, lalu menjatuhkan lembingnya ke tanah dan duduk
mendengarkan. Demi Mush'ab membacakan ayat-ayat al-Quran dan
menguraikan da'wah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah saw., maka
dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti
naik turunnya suara serta meresapi keindahannya Dan belum lagi Mush'ab
selesai dari uraiannya. Usaid pun berseru kepadanya dan kepada
shahabatnya: "Alangkah indah dan benarnya ucapan itu .. ·! Dan apakah
yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masukAgama ini?" Maka
sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil, serempak seakan hendak
menggoncangkan bumi.
Kemudian
ujar Mush'ab: "Hendaklah ia mensucikan diri, pakaian dan badannya,
serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah".
Beberapa lama Usaid meninggalkan mereka, kemudian kembali sambil
meme·ras air dari rambutnya, lain ia berdiri sambil menyatakan
pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah dan
bahwa Muhammad itu utusan Allah ….
Secepatnya
berita itu pun tersiarlah. Keislaman Usaid disusul oleh kehadiran Sa'ad
bin Mu'adz. Dan setelah mendengar uraian Mush'ab, Sa'ad merasa puas dan
masuk Islam pula. Langkah ini disusul pula oleh Sa'ad bin 'Ubadah. Dan
dengan keislaman mereka ini, berarti selesailah persoalan dengan
berbagai suku yang ada di Madinah. Warga kota Madinah saling berdatangan
dan tanya-bertanya sesama mereka: "Jika Usaid bin Hudlair, Sa'ad bin
'Ubadah dan Sa'ad bin Mu'adz telah masuk Islam, apalagi yang kita
tunggu.... Ayolah kita pergi kepada Mush'ab dan beriman bersamanya! Kata
orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celab giginya!"
Demikianlah
duta Rasulullah yang pertama telah mencapai hasil gemilang yang
tiadataranya,suatukeberhasilanyang memang wajar dan layak diperolehnya·
Hari-hari dan tahun-tahun pun berlalu, dan Rasulullah bersama para
shahabatnya hijral ke Madinah.
Orang-orang
Quraisy semakin geram dengan dendamnya, mereka menyiapkan tenaga untuk
melanjutkan tindakan kekerasan terhadp hamba- hamba Allah yang shalih.
Terjadilah perang Badar dan kaum Quraisy pun beroleh pelajaran pahit
yang menghabiskan sisa-sisa fikiran sehat mereka, hingga mereka berusaha
untuk menebus kekalahan. Kemudian datanglah giliran perang Uhud, dan
Kaum Muslimin pun bersiap-siap mengatur barisan. Rasulullah berdiri di
tengah barisan itu, menatap setiap wajah orang beriman menyelidiki siapa
yang sebaiknya membawa bendera. Maka terpanggillah "Mush'ab yang baik",
dan pahlawan itu tampil sebagai pembawa bendera.
Peperangan
berkobar lalu berkecamuk dengan sengitnya. Pasukan panah melanggar
tidak mentaati peraturan Rasulullah, mereka meninggalkan kedudukannya di
celah bukit setelah melihat orang-orang musyrik menderita kekalahan dan
mengundurkan diri. Perbuatan mereka itu secepatnya merubah suasana,
hingga kemenangan Kaum Muslimin beralih menjadi kekalahan.
Dengan
tidak diduga pasukan berkuda Quraisy menyerbu Kaum Muslimin dari puncak
bukit, lalu tombak dan pedang pun berdentang bagaikan mengamuk,
membantai Kaum Muslimin yang tengah kacau balau. Mlelihat barisan Kaum
Muslimin porak poranda, musuh pun menujukan st?rangan ke arah Rasulullah
dengan maksud menghantamnya.
Mush'ab
bin Umair menyadari suasana gawat ini. Maka diacungkannya bendera
setinggi-tingginya dan bagaikan ngauman singa ia bertakbir
sekeras-kerasnya, lain maju ke muka, melompat, mengelak dan berputar
lalu menerkam. Minatnya tertuju untuk menarik perhatian musuh kepadanya
dan melupakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Dengan demikian
dirinya pribadi bagaikan membentuk barisan tentara ...
Sungguh,
walaupun seorang diri, tetapi Mush'ab bertempur laksana pasukan tentara
besar.... Sebelah tangannya memegang bendera bagaikan tameng kesaktian,
sedang yang sebelah lagi menebaskan pedang dengan matanya yang
tajam.... Tetapi musuh kian bertambah banyak juga, mereka hendak
menyeberang dengan menginjak-injak tubuhnya untuk mencapai Rasulullah.
Sekarang marilah kita perhatikan saksi mata, yang akan menceriterakan
saat-saat terakhir pahlawan besar Mush'ab bin Umair.
Berkata
Ibnu Sa'ad: "Diceriterakan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad bin
Syurahbil al-'Abdari dari bapaknya, ia berkata: Mush'ab bin Umair adalah
pembawa bendera di Perang Uhud. Tatkala barisan Kaum Muslimin pecah,
Mush'ab bertahan pada kedudukannya. Datanglah
seorang
musuh berkuda, Ibnu 'Umaiah namanya, lalu menebas tangannya hingga
putus, sementara Mush'ab mengucapkan: Muhammad itu tiada lain hanyaIah
seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul':
Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk
melindunginya.
Musuh
pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mushab membungkuk ke
arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil
mengucapkan: "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul dan sungguh
sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul': Lalu orang berkuda itu
menyerangnya ketiga kali dengan tombak,dan menusukkannya hingga tombak
itu pun patah. Mushab pun gugur, dan bendera jatuh"
Gugurlah
Mush'ab dan jatuhlah bendera.... Ia gugur sebagai bintang dan mahkota
para syuhada.... Dan hal itu dialaminya setelah dengan keberanian luar
biasa mengarungi kancah pengurbanan dan keimanan. Di saat itu Mush'ab
berpendapat bahwa sekiranya ia gugur, tentulah jalan para pembunuh akan
terbuka lebar menuju Rasulullah tanpa ada pembela yang akan
mempertahankannya.
Demi
cintanya yang tiada terbatas kepada Rasulullah dan cemas memikirkan
nasibnya nanti, ketika ia akan pergi berlalu, setiap kali pedang jatuh
menerbangkan sebelah tangannya, dihiburnya dirinya dengan ucapan:
"Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sungguh telah
berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul" Kalimat yang kemudian
dikukuhkan sebagai wahyu ini selalu diulang dan dibacanya sampai
selesai, hingga akhirnya menjadi ayat al-Quran yang selalu dibaca
orang....
Setelah
pertempuran usai, ditemukanlah jasad pahlawan ulung yang syahid itu
terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang
mulia....Dan seolah-olah tubuh yang telah kaku itu masih takut
menyaksikan bila Rasulullah ditimpa bencana, maka disembunyikannya
wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang dikhawatirkan dan ditakutinya
itu.
Atau
mungkin juga ia merasa main karena telah gugur sebelum hatinya tenteram
beroleh kepastian akan keselamatan Rasulullah, dan sebelum ia selesai
menunaikan tugasnya dalam membela dan mempertahankan Rasulullah sampai
berhasil.
Wahai Mush'ab cukuplah bagimu ar-Rahman....
Namamu harum semerbak dalam kehidupan....
Rasulullah
bersama para shahabat datang meninjau medan pertempuran untuk
menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat
terbaringnya jasad Mush'ab, bercucuranlah dengan deras air matanya.
Berkata
Khabbah ibnul'Urrat: "Kami hijrah di jalan Allah bersama Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan mengharap keridhaan-Nya, hingga
pastilah sudah pahala di sisi Allah. Di antara kami ada yang telah
berlalu sebelum menikmati' pahalanya di dunia ini sedikit pun juga. Di
antaranya ialah Mush'ab bin Umair yang tewas di perang Uhud. Tak sehelai
pun kain untuk menutupinya selain sehelai burdah. Andainya ditaruh di
atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila
ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Maka sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan dahinya tutupilah dengan rumput idzkhir!"
Betapa
pun luka pedih dan duka yang dalam menimpa Rasulullah karena gugur
pamanda Hamzah dan dirusak tubuhnya oleh orang-orang musyrik demikian
rupa, hingga bercucurlah air mata Nabi.... Dan betapapun penuhnya medan
laga dengan mayat para shahabat dan kawan-kawannya, yang masing-masing
mereka baginya merupakan panji-panji ketulusan, kesucian dan cahaya.
Betapa
juga semua itu, tapi Rasulullah tak melewatkan berhenti sejenak dekat
jasad dutanya yang pertama, untuk melepas dan mengeluarkan isi
hatinya.... Memang, Rasulullah berdiri di depan Mush'ab bin Umair dengan
pandangan mata yang pendek bagai menyelubunginya dengan kesetiaan dan
kasih sayang, dibacakannya ayat: Di antara orang-orang Mukmin terdapat
pahlawan-pahlawan yang telah menepati janjinya dengan Allah..(Q.S. 33
al-Ahzab: 23)
Kemudian
dengan mengeluh memandangi burdah yang digunakan untuk kain tutupnya,
seraya bersabda: Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun aku lihat yang
lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi
seharang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai
burdah.
Setelah
melayangkan pandang, pandangan sayu ke arah medan serta para syuhada
kawan-kawan Mush'ab yang tergeletak di atasnya, Rasulullah berseru:
Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari qiamat, bahwa tuan- tuan semua adalah syuhada di sisi Allah.
Salam atasmu wahai Mush'ab....
Salam atasmu sekalian, wahai para syuhada....
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh