Nama
Alexander Litvinenko mungkin tidak begitu asing terdengar di telinga
sebagian masyarakat dunia. Sosoknya memang sempat menghiasi pemberitaan
di berbagai media internasional pada paruh kedua tahun 2006 silam,
setelah kematiannya terungkap karena dibunuh dengan racun sejenis bahan
radio aktif isotop polonium 210.
Sebelum
ajal menjemput, ternyata mantan agen mata-mata rahasia badan intelijen
Rusia, Federal Security Sevice itu berpesan agar ia dimakamkan dengan
cara Islam. Memang, saat itu hanya beberapa orang terdekat Litvinenko
yang mengetahui perihal keislamannya.
Sejumlah
media massa internasional memberitakan
bahwa upacara pemakamannya memang dilakukan secara rahasia yang dihadiri sedikitnya 30 orang kerabat dekat Litvinenko. Upacara pemakamannya sendiri dilangsungkan di kawasan utara Kota London, Inggris. Upacara terpisah untuk menghormatinya yang terakhir kali juga diselenggarakan di Masjid Regent's Park, London. Ini sesuai dengan keinginannya agar prosesi pemakamannya diselenggarakan sesuai dengan syariat Islam.
bahwa upacara pemakamannya memang dilakukan secara rahasia yang dihadiri sedikitnya 30 orang kerabat dekat Litvinenko. Upacara pemakamannya sendiri dilangsungkan di kawasan utara Kota London, Inggris. Upacara terpisah untuk menghormatinya yang terakhir kali juga diselenggarakan di Masjid Regent's Park, London. Ini sesuai dengan keinginannya agar prosesi pemakamannya diselenggarakan sesuai dengan syariat Islam.
Bahkan
sang ayah, Walter Litvinenko, dilaporkan ikut menghadiri upacara di
Masjid Regent's Park bersama pentolan pejuang Chechnya, Akhmed Zakayev.
Kerabat Litvinenko mengatakan, ayah tiga anak itu sudah menjadi Muslim
sebelum meninggal.
Menurut
Walter, anak laki-lakinya itu sudah menyatakan diri masuk Islam saat
terbaring sekarat di Rumah Sakit London sampai akhirnya meninggal pada
23 November 2006. ''Litvinenko masuk Islam dua hari sebelum ajal
menjemput,'' kata Walter kepada Radio Free Europe.
Dalam
wawancara dengan surat kabar Rusia, Kommersant, yang dikutip Times
Online edisi 5 Desember 2006, Walter mengatakan, anaknya yang semula
memeluk Kristen Ortodoks menyatakan permintaan terakhirnya sebelum
meninggal, yaitu agar ia dimakamkan secara Islam. ''Dia bilang, ingin
dikubur dengan cara Islam. Saya bilang, semuanya akan dilakukan seperti
yang dia inginkan. Kami sudah memiliki seorang Muslim di keluarga kami.
Namun yang paling penting adalah meyakini Yang Maha Besar, Tuhan itu
satu,'' papar Walter.
Sementara
seorang kolega Litvinenko, Ghayasuddin Siddiqui, yang saat itu menjabat
sebagai Ketua Parlemen Muslim Britania Raya, mengungkapkan bahwa
Litvinenko telah resmi memeluk Islam beberapa hari sebelum ia diracun.
Sedangkan Akhmed Zakayev, yang pernah bertetangga dengan Litvinenko,
berkata, ''Sehari sebelum kematiannya, dia (Litvinenko) minta dibacakan
Alquran dan mengatakan kepada istrinya dan anggota keluarga lainnya
bahwa dia menginginkan agar dimakamkan dalam tradisi Islam.''
Tak
diperoleh keterangan alasan Litvinenko memeluk Islam. Namun, dari
beberapa situs yang mengungkapkan perjalanan kariernya, tampaknya
Litvinenko kecewa pada sikap Pemerintah Rusia yang selalu memerangi
kelompok Muslim Chechnya. Karena itu pula, sejumlah situs mengungkapkan,
pembunuhan atas Litvinenko terkait dengan sejumlah pernyataannya yang
menyinggung kebijakan Pemerintah Rusia saat itu.
Selain
itu, ketertarikan Litvinenko pada Islam tampak dengan sikap umat Islam
yang damai dan akan bertindak bila mereka terdesak demi mempertahankan
diri. Ia melihat, umat Islam senantiasa berjuang untuk perdamaian.
Ayahnya, Walter Litvinenko, mengatakan, anaknya itu tumbuh kecewa dengan
apa yang disebut hierarki dalam gereja Ortodoks Rusia. Ia sudah
berusaha menyampaikan ketidaksimpatikannya atas sikap gereja, namun tak
dituruti.