(Al-Iqab) - Hari gini masih ada yang punya tuyul? Sebagian
orang menyangka, segala hal yang berbau klenik,
akan menyusut sejalan dengan perkembangan
teknologi. Padahal sejak kapan ada hubungan
antara teknologi dengan tahayul dan kesyirikan.
Penyakit klenik dan syirik yang dilakukan msyarakat bisa saja muncul
tanpa memandang
waktu dan tempat. Bahkan bisa jadi lebih canggih dari pada klenik
masa silam, sejalan dengan kecanggihan dunia IT.
Anda bisa saksikan, berbagai situs kesyirikan di
sekitar kita masih tumbuh subur, dan dipasarkan
melalui internet. Dan termasuk tanda akhir zaman, kesyirikan yang
pernah ada di zaman jahiliyah, akan muncul
kembali di tengah manusia. Dari Aisyah
radhiyallahu 'anha, Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
ﻯَّﺰُﻌْﻟﺍَﻭ ﺕﺎَّﻠﻟﺍ َﺪَﺒْﻌُﺗ ﻰَّﺘَﺣ ُﺭﺎَﻬَّﻨﻟﺍَﻭ
ُﻞْﻴَّﻠﻟﺍ ُﺐَﻫْﺬَﻳ ﺎَﻟ
"Tidak akan hilang waktu malam dan siang
(kiamat), sampai Lata dan Uzza disembah." (HR.
Muslim 2907)
Apa Hakikat Tuyul dalam Syari'at Islam
Fenomena tuyul, tak jauh beda dengan Nyi Roro
Kidul. Dia adalah jin yang dilaporkan pernah dilihat oleh manusia
dengan penampakan seperti anak
kecil gundul yang suka mencuri, kemudian
mereka istilahkan dengan tuyul. Sehingga kata
'tuyul' sejatinya merupakan nama yang murni
diberikan masyarakat. Sebagaimana ada jin yang
menjelma seperti sosok berbalut kain mori, yang kemudian diistilahkan
dengan pocong. Sekaligus kita tekankan di sini, bahwa usaha
untuk mencari hakikat nama-nama 'makhluk
halus' yang tersebar di tempat kita sangat tidak
penting. Bahkan layak dikatakan sia-sia, 100%
buang-buang waktu dan pikiran. Karena sedikit
pun kita tidak akan mendapatkan manfaat dari informasi tersebut. Anda
yang memahami asal-
usul Nyi Roro Kidul, atau kuntilanak, dan
semacamnya, sama sekali tidak akan membuat
anda jadi kaya atau tambah rajin ibadah. Kita
cukup meyakini bahwa itu jin yang menjelma
menjadi bentuk lain dan kebetulan bisa diindera oleh manusia.
Bagaimana Mekanisme Tuyul Mencuri?
Seperti layaknya jin, sosok yang disebut tuyul,
juga bisa memindahkan barang. Hanya saja,
antara satu jin dengan jin lainnya, berbeda
kemampuannya, sebagaimana layaknya manusia. Ada jin yang bisa
memindahkan barang berat,
sebagaimana ada manusia yang bisa angkat berat.
Jin juga bisa mencuri sebagaimana manusia bisa
mencuri. Kasus jin yang mencuri ini, tidak hanya muncul di
masyarakat jawa. Di zaman Nabi-pun peristiwa ini
pernah terjadi. Diantaranya peristiwa yang dialami
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ketika beliau
ditugasi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
untuk menjaga zakat ramadhan. Malam harinya datang seorang pencuri dan
mengambil makanan.
Dia langsung ditangkap oleh Abu Hurairah. "Akan
aku laporkan kamu ke Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam." Orang inipun memelas. Minta
dilepaskan karena dia sangat membutuhkan dan
punya tanggungan keluarga. Dilepaslah pencuri ini. Siang harinya Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam
bertanya kepada Abu Hurairah tentang kejadian
semalam. Setelah diberi laporan, Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Dia dusta, dia akan
kembali lagi." Benar, di malam kedua dia datang
lagi. Ditangkap Abu Hurairah, dan memelas, kemudian beliau lepas.
Malam ketiga dia datang
lagi. Kali ini tidak ada ampun. Orang inipun minta
dilepaskan. "Lepaskan aku, nanti aku ajari bacaan
yang bermanfaat untukmu." Kemudian dia
mengajarkan bacaan ayat kursi sebelum tidur. Di pagi harinya, kejadian
ini dilaporkan kepada
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. kemudian beliau
bersabda: "Kali ini dia benar, meskipun aslinya dia
pendusta." (HR. Bukhari 2311) Yang ditangkap oleh Abu Hurairah waktu itu
adalah jin yang menjelma menjadi bentuk lain.
Ketika menjelaskan hadis ini, al-Hafizh Ibnu Hajar
mengatakan, "Jin terkadang menjelma dengan
berbagai bentuk sehingga memungkinkan bagi
manusia untuk melihatnya…" (Fathul Bari, 4:489). Apakah Ada Yang menyuruh?
Bisa jadi ada yang nyuruh, bisa juga karena si jin
iseng sendiri, atau kadang karena memang
mereka butuh makanan seperti dalam hadis Abu
Hurairah di atas. Kasus orang yang merawat tuyul
juga pernah terjadi di masa silam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah
menyebutkan tentang al-
Hallaj – tokoh sufi yang mengaku telah menyatu
dengan tuhannya – , ﻪﻌﻣ ﺍﻮﻧﺎﻛ ،ًﺎﻧﺎﻴﺣﺃ ﻪﻣﺪﺨﺗ ﻦﻴﻃﺎﻴﺷﻭ ﺀﺎﻴﻤﻴﺳ ﺐﺣﺎﺻ ﻥﺎﻛﻭ
،ﺓﻭﻼﺣ ﻪﻨﻣ ﺍﻮﺒﻠﻄﻓ ،ﺲﻴﺒﻗ ﻲﺑﺃ ﻞﺒﺟ ﻰﻠﻋ (ﻪﻋﺎﺒﺗﺃ ﺾﻌﺑ)
ﺮﻣﻷﺍ ﺍﻮﻔﺸﻜﻓ ،ﻯﻮﻠﺣ ﻦﺤﺼﺑ ﺀﺎﺟﻭ ،ﺐﻳﺮﻗ ﻥﺎﻜﻣ ﻰﻟﺇ ﺐﻫﺬﻓ
ﻪﻠﻤﺣ ،ﻦﻤﻴﻟﺎﺑ ﻱﻭﻼﺣ ﻥﺎﻛﺩ ﻦﻣ ﻕﺮﺳ ﺪﻗ ﻚﻟﺫ ﺍﻭﺪﺟﻮﻓ
ﺔﻌﻘﺒﻟﺍ ﻚﻠﺗ ﻥﺎﻄﻴﺷ Al-Hallaj memiliki atribut khusus, terkadang setan
membantunya. Seuatu ketika, dia bersama
pengikutnya di bukit Abu Qubais, kemudian
pengikutnya minta manisan. Kemudian al-Hallaj
pergi ke tempat tertentu yang tidak jauh dari
markasnya, lalu dia kembali dengan membawa sepiring manisan.
Masyarakat pun mencari tahu
kejadian sejatinya, ternyata sepiring makanan itu
berasal dari toko manisan di Yaman, yang dibawa
oleh setan ke tempat itu. (Alam Jin wa asy-
Syayathin, Hal. 93).