Surabaya (Al-Iqab) Dunia Islam memiliki pemimpin sejati, yaitu Perdana
Menteri Turki dan
Pemimpin Partai AKP (Partai Keadilan dan
Pembangunan), Recep Tayyib Erdogan (Rajab
Tayib Erdogan). Bukan Raja Arab Saudi, Abdullah. Erdogan memiliki
perhatian yang sangat luar biasa
terhadap nasib dan kondisi kaum Muslimin di
seluruh dunia. Sekalipun, Turki sebagai negara
sekuler, sebagaimana dalam konstitusinya, tetapi
Turki dan Erdogan memiliki perhatian dan
kepedulian yang sangat luar biasa terhadap kaum Muslimin di seluruh
dunia. Bukan seperti para raja,
perdana menteri, dan pangeran di negara-negara
Arab. Membandingkan antara Erdogan dengan para raja,
perdana menteri, dan pangeran Arab, maka seperti
bumi dengan langit. Khususnya perhatiannya
terhadap nasib dan kondisi yang sekarang
dihadapi oleh kaum Muslimin. Para raja, perdana menteri, pangeran di negara-
negara Arab, yang dikenal dengan negara petro-
dolar, sangat sedikit perhatian mereka terhadap
nasib dan kondisi yang dialami kaum Muslimin di
seluruh dunia. Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Kuwait,
dan negara Teluk lainnya, bisa menjadi pelopor
dan sekaligus pelindung bagi kaum Muslimin di
seluruh dunia. Dengan kekayaan yang sangat
melimpah yang merupakan anugerah dari Allah
Rabbul Alamin melalui "emas hitam" (minyak), mestinya nasib kaum
Muslimin dapat berubah. Kekayaan negara-negara penghasil minyak,
khususnya Arab Saudi, UEA, Qatar, dan Kuwait,
jumlah kekayaannya mencapai bertriliun-triliun
dolar. Sudah tidak bisa ditulis dengan angka lagi.
Dengan harga minyak mentah sekarang mencapai
$ 100 dolar per/barrel, sesungguhnya kekayaan negara-negara Arab itu
sudah tak terhitung lagi. Tetapi, bandingkan dengan sumbangan dan
bantuan yang diberikan oleh para raja, perdana
menteri, dan pangaren Arab terhadap kaum
Muslimin? Mereka tak ada apa-apanya
dibandingkan dengan kekayaan yang mereka
miliki. Kekayaan yang merupakan anugerah dari Allah
Rabbul Alamin, seakan menjadi mubazir dan sia-sia
belaka. Tidak mendatangkan kemuliaan, izzah, dan
berkah bagi kaum Muslimin di seluruh dunia. Kekayaannya hanya
digunakan semacam membeli
klub sepak bola Eropa, membeli senjata dari
Amerika Serikat, mendatangkan artis Barat,
membeli vila-vila dan rumah-rumah eksklusif
lainnya, dan berbagai kegiatan yang sangat tidak
manfaat bagi kehidupan kaum Muslimin. Dalam bidang politik dan
keamanan, para raja,
perdana menteri, dan pangeran Arab itu, mereka
sangat kecil perhatiannya terhadap nasib kaum
Muslimin. Termasuk sekarang yang terjadi Suriah. Seandainya, Arab
Saudi, UEA, Qatar, dan Kuwait,
mengeluarkan 1 persen dari kekayaannya
digunakan membiayai perjuangan para Mujahidin
di Suriah, mungkin situasinya sekarang sudah
berubah. Tetapi, para raja, perdana menteri, dan pangeran
Arab itu, sangat sedikit menaruh perhatian.
Membiarkan saudara Muslimnya di Suriah terus
dihancurkan oleh rezim Bashar al-Assad dan
sekutu Syiah-Hisbullah. Dengan sangat jelas, mereka membiarkan
saudaranya di Suriah dibantai habis oleh milisi
Syiah, dan tak ada yang menaruh perhatian atas
nasib mereka. Membiarkan kaum Muslimin di Suriah, dibantai dan
dihancurkan oleh gabungan kekuatan Syiah dari
berbagai negara yang sekarang berkerjasama
dengan militer rezim Bashar al-Assad. Para raja, perdana menteri, dan
pengaren Arab,
mereka tak menaruh perhatian terhadap para
Mujahidin di Suriah, karena mereka memiliki
pandangan yang sama dengan Amerika Serikat
yaitu para pejuang di Suriah itu, tak lain, adalah
para teroris Irak, yang lebih berbahaya dibandingkan dengan Bashar
al-Assad. Jadi, kalau para pejuang Suriah, mereka menang,
dan mendirikan pemerintahan Islam akan menjadi
ancaman para raja, perdana menteri, dan pangeran
Arab. Lebih baik membiarkan mereka, kelompok
Syiah dan Bashar tetap bertahan dibandingkan
dengan membantu para Mujahidin yang akan menjadi ancaman masa depan
mereka. Tentu, yang paling tragis, kolaborasi para raja,
perdana menteri, dan pangeran Arab dengan
Barat, sejak mulai jatuhnya Khilafah Otsmaniyah,
sampai mendukung militer Mesir yang membantai
kaum Muslimin di negeri Spinx. Raja Abdullah yang menjadi penguasa Arab Saudi
dengan pongahnya secara tegas mendukung
pembantaian terkutuk yang dilakukan oleh militer
Mesir terhadap pendukung Presiden Mursi, dan
menyebut Jamaah Ikhwanul Muslimin sebagai
teroris. Bahkan, pasca pembantaian yang dilkukan oleh
militer Mesir itu, Raja Abdullah langsung
memberikan bantuan kepada rezim militer Mesir,
yaitu uang tunai, sebesar $ 5 miliar dollar!!!
Sungguh sangat terkutuk. Membantu militer Mesir
yang sudah membunuhi ribuan Muslim, dan melukai puluhan ribu lainnya.
Bandingkan dengan Perdana Menteri Turki dan
Pemimpin Partai AKP, Recep Tayyib Erdogan, yang
menolak mengakui rezim baru di Mesir, dan tetap
mengakui Presiden Mohamad Mursi, sebagai
presiden yang sah Mesir. Erdogan juga mengutuk
pembantaian sipil oleh militer Mesir, dan menewaskan ribuan Muslim dan
puluhan ribu
lainnya yang luka. Seluruh rakyat Turki melakukan aksi mendukung
Presiden Mursi, mulai dari Istambul, Ankara, sampai
ke pelosok Turki. Melakukan shalat ghaib. Rakyat
Turki bersatu padu mendukung Mursi. Rakyat
Turki mengutuk pembantaian yang dilakukan oleh
militer terhadap para pendukung Presiden Mursi. Erdogan mengatakan,
bahwa Masjid Rabbaa al-
Adawiyah menjadi saksi atas kekejaman militer,
dan menjadi simbol bagi perjuangan melawan
militer dan kebengisan yang biadab. Erdogan terus
menggelorakan perjuangan kaum Muslimin Mesir
melalui dukungannya. Erdogan juga mengatakan bahwa Musa selalu
oposisi terhadap Fir'aun, menggambarkan antara
Jamaah Ikhwanul Muslimin yang selalu ditindas
oleh militer Mesir sepanjang sejarah. Sampai-sampai Erdogan, dalam
pernyataannya,
sangat luar biasa, menegaskan, Andaikata kepemimpinan Mursi
dimusnahkan, syuhada Otsmaniyyah akan datang di bumi para Anbiya
"Mesir", tegasnya. Begitu agungnya jiwa Erdogan sebagai pemimpin
yang memiliki perhatian dan keprihatinan atas
nasib yang dialami oleh saudaranya di Mesir. Sekarang, Turki
menanggung lebih 300.000
pengungsi Suriah. Pemerintah Turki mengeluarkan
dana yang tidak sedikit bagi kebutuhan sehari-hari
para pengungsi Suriah diperbatasan Turki-Suriah. Turki ikut terlibat
aktif dalam membantu
perjuangan para Mujahidin Suriah yang sekarang
harus berperang melawan kekuatan tentara Suriah
yang dibantu milisi Syiah. Pertemuan kelompok-kelompok pejuang
pembebasan Suriah berlangsung di Turki.
Termasuk Gerakan-Gerakan Islam yang
dinegaranya diberangus dan diperangi, mereka
melangsungkan pertemuan di Istambul, Turki. Ketika, terjadi kelaparan
di Somalia, Erdogan,
isterinya Aminah, anaknya Sumayyah, dan Menlu
Turki, Ahmed Davotuglu bersama para menteri
lainnya, dan lembaga amal seperti IHH, terbang ke
Mogadishu, ibukota Somalia, dan memberikan
bantuan kepada rakyat Somalia yang kelaparan sebesar $ 500 juta
dollar. Padahal Turki bukan
negara petro-dollar. Ketika, Rohingya dihancurkan oleh rezim Budha,
dibunuhi, dan dibakar semua fasilitas hidup
mereka dimusnahkan, isteri Erdogan, Aminah
ditemani Menlu Ahmed Davotuglu terbang ke
Myanmar, dan langsung bertemu dengan para
pengungsi. Aminah memeluk ibu-ibu, sambil mencucurkan air matanya.
Adakah ini dilakukan para isteri raja dan pangeran
Arab? Adakah para raja Arab, perdana Menteri dan
pangaren Arab yang datang ke Rohingya, Somalia,
dan tempat-tempat kelaparan dan tragedi lainnya? Tentu, semuanya masih
ada yang lebih besar lagi,
yaitu perhatian Erdogan terhadap rakyat Palestina.
Ketika Gaza di invasi Israel tahun 2008, Erdogan
sangat marah terhadap Presiden Israel Shimon
Peres, saat bertemu di Davos, Swiss, tahun 2009. Erdogan berusaha
membebaskan rakyat Gaza
yang sudah diembargo selama oleh Israel yang
sudah berlangsung tahun 2006. Turki
mengirimkan kapal bantuan Mavi Marmara, yang
kemudian di serang oleh pasukan khusus Israel,
dan menewaskan sejumlah aktivis kemanusiaan Turki. Kemudian, Turki
menarik duta besar dari Tel Aviv,
menurunkan hubungan diplomatiknya dengan
Israel, sampai ke tingkat yang paling rendah, yaitu
hanya diwakili seorang kuasa usaha. Selanjutnya, Turki membatalkan
kerjasama dalam
bentuk apapun termasuk bidang pertahanan
dengan Israel, dan mengakhiri semua bentuk
kerjasama intelijen dengan Israel. Padahal, Turki
dahulunya memiliki hubungan yang sangat dekat
dengan Israel, dan menjadi sekutunya. Sampai sekarang hubungan diplomatik dengan
Israel masih tetap dingin. Meskipun, Amerika
Serikat terus berusaha membujuk Turki agar
menormalisir kembali hubungan dengan Israel,
tetapi Turki tetap bergeming. Erdogan tidak peduli dengan tekanan Amerika
Serikat yang terus membujuk Turki agar
menormalisir hubungan diplomatik dengan Israel.
Sampai sekarang. Semua tekanan politik dan
diplomatik, termasuk kunjungan Menlu AS, John
Kerry, tak mengubah sikap Ankara menerima Zionis-Israel, sampai
negara itu memperlakukan
rakyat Palestina bermartabat. Erdogan dan Presiden Abdullah Gul berulangkali
bertemu dengan para pemimpin Hamas, seperti
Kepala Biro Politik Hamas, Khalid Misy'al dan
Perdana Menteri Palestina, Ismail Haniyah. Antara
pemimpin Hamas dan Turki, mirip saudara yang
memiliki hubungan darah yang sangat dekat. Nampak dalam pertemuan yang
berlangsung di
berbagai momen penting, termasuk di Istana
Presiden di Topkapi, Istambul. Semestinya, bulan depan ini, Erdogan dan
rombongan akan berkunjung ke Gaza, tetapi
rencana itu dibatalkan oleh militer Mesir. Mereka
menolak kedatangan Erdogan, dan menolak
memberikan jaminan keamanan. Begitu cintanya
Erdogan terhadap saudaranya yang berada di Gaza. Turki mengeluarkan
jutaan dolar, pasca invasi
Israel ke Gaza tahun 2011, dan pemerintah Turki
bersama dengan lembaga kemanusiaan lainnya,
sangat aktive membantu Muslim di Gaza dengan
sepenuh hati. Turki bukan hanya membangun rumah sakit, tetapi
juga infrastruktur lainnya, yang sangat diperlukan
oleh rakyat Gaza. Sudah lebih dari $ 500 juta dollar
yang diberikan bantuan oleh pemerintan Turki dan
lembaga kemanusiaan kepada rakyat Gaza. Turki
juga melobi Amerika Serikat agar mau mengakui kemerdekaan Palestina.
Adakah ini dilakukan para pemimpin Arab
terhadap Palestina. Tak kelihatan secara nyata.
Kekayaan yang bertriliun dollar itu, hanya
menumpuk di bank-bank di Barat, dan hanya
membuat bankir Yahudi menjadi kaya, terutama
para bankir Zionis, yang menguasai sektor perbankan. Sementara rakyat
Palestina di Gaza sangat
menderita, dan dibiarkan dihancurkan oleh Mesir
dan Israel. Mereka sangat menderita. Terus
menerus diserang oleh Zionis-Israel. Rakyat Gaza
yang diblokade itu, caranya mendapatkan
pasokan dari Mesir melalui terowongan-terowonga bawah tanah. Sungguh
sangat tragis rakyat
Palestina. Erdogan pemimpin Dunia Islam yang sejati, bukan
Raja Abdullah dari Kerajaan Arab Saudi, yang tak
memiliki kepedulian terhadap nasib kaum Muslimin
yang sekarang ini terzalimi oleh oleh kekuatan
Barat. Membiarkan saudaranya tertindas dan
dihancurkan oleh Barat. Sampai dengan sangat tega mengatakan Jamaah
Ikhwanul Muslimin
adalah teroris. Memang, Erdogan dan Turki layak menjadi
pemimpin Dunia Islam, karena mewarisi sejarah
besar yang pernah ditinggalkan oleh Khilafah
Otsmaniyah, yang pernah memimpin dunia. Darah
kepemimpin itu masih terus mengalir di dalam
tubuh para pemimpin Turki. Seperti yang ada pada Sultan Mohamad
al-Fatih yang mengalahkan
Bizantiyum, dan darah itu sekarang mengalir di
tubuh Erdogan. Sementara itu, Raja Abdullah yang masih
keturunan Dinasti Saud, tak lain, penguasa yang
pernah memberontak terhadap Turki Otsmani,
karena dipengaruhi oleh Jenderal Allenby
(penjajah Inggris), dan memisahkan dari Turki,
menjadi negara yang terpisah dari Otsmaniy. Sejarah itu terus berulang
lagi. Jazirah Arab bagian dari kekuasaan Kekhalifahan
Turki Otsmaniy, sebuah kekhalifahan umat Islam
dunia yang wilayahnya sampai ke Aceh. Dengan bantuan Lawrence dan jaringannya,
sebuah suku yang melakukan pemberontakan
(bughot) terhadap Kekhalifahan Turki Otsmaniy
dan mendirikan kerajaan yang terpisah, lepas, dari
wilayah kekhalifahan Islam itu. Sejarahwan Inggris, Martin Gilbert, di dalam
tulisannya"Lawrence of Arabia was a
Zionist" seperti yang dimuat di Jerusalem Post edisi
22 Februari 2007, menyebut Lawrence sebagai
agen Zionisme. Sejarah pun menyatakan, hancurnya Kekhalifahan
Turki Otsmani ini pada tahun 1924 merupakan
akibat dari infiltrasi Zionisme setelah Sultan
Mahmud II menolak keinginan Theodore Hertzl
menyerahkan wilayah Palestina untuk bangsa
Zionis-Yahudi. Operasi penghancuran Kekhalifahan Turki Otsmani
dilakukan Zionis bersamaan waktunya dengan
mendukung pembrontakan Klan Saud terhadap
Kekalifahan Utsmaniyah, lewat Lawrence of Arabia. Sekarang, seperti
yang terjadi dalam dekade-
dekade terakhir ini, bagaimana kerajaan-kerajaan
Arab itu, menjadikan kafir musyrik (Yahudi dan
Nasrani) yaitu Amerika dan Israel, sebagai
pelindung dan sesembahan mereka dalam segala
hal. Inilah yang mengakibatkan terjadinya bencana di dunia Islam. Arab
Saudi, yang sekarang mewarisi begitu banyak
kenikmatan yang diberikan oleh Allah Rabbul
Alamin, kenyataannya tak begitu bermanfaat bagi
dunia Islam. Gelar yang disandang Raja Arab Saudi, sebagai
"Khadimul Haramain" (pelayan dua tempat suci),
yang mestinya membawa kemuliaan bagi seluruh
kaum Muslimin, tetapi ternyata mereka hanya
menjadi "khadimul" (pelayan) bagi Amerika Serikat
dan Zionis-Israel, sambil ikut memerangi gerakan- gerakan yang ingin
menegakkan nilai-nilai Islam
dalam kehidupan nyata. Semoga Allah merahmatimu.