MUNGKIN kematian hampir saja membayangi diri
seorang kakek dari Syiah Alawiyah ketika
mengetahui Mujahidin Sunni menangkap dirinya
di Desa Astarba, Latakia, Suriah.
Gurat cemas
langsung memancar dari wajahnya ketika tahu
dia sedang bersama Mujahidin Sunni. Namun apa yang dilakukan Abu Firas seorang
Mujahidin Sunni jauh di luar perkiraannya. Tidak
ada penindasan, siksaan fisik, maupun kematian.
Abu Firas justru tersenyum kepada sang kakek
dan memberinya makanan dan tempat
perlindungan. Jauh dengan apa yang dialami ketika warga Ahlussunah
menjadi tawanan
tentara Syiah Bashar Assad.
"Jangan takut kami tidak akan membunuh kamu,
karena Nabi kami Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam telah menerangkan dalam agama kami jika
di dalam peperangan janganlah membunuh orang tua, perempuan atau memotong
pepohonan. Ini adalah ajaran agama kami,"
tandas Abu Firas. Lantas siapakah Abu Firas, mujahidin berakhlak
mulia tersebut? Sekjen Hilal Ahmar Society
Indonesia, Angga Dimas Persada, yang pernah
menginap satu bulan di kediaman Abu Firas
selama di Suriah, menjelaskan lebih jauh sosok
Abu Firas. Berikut testimoninya kepada Islampos.com, Ahad (11/8). Abu
Firas adalah orang yang pendiam tidak
banyak bicara. Orang tidak akan banyak mengira
bahwa Abu Firas adalah seorang komandan
karena badan kecil, namun keberaniannya
termasuk diacungi jempol oleh banayk mujahidin
di kawasan Jabal Akrod. Abu Firas yang saya kenal adalah seorang yang
tawadhu' tidak banyak bicara dan lebih suka
mendengar, hatta ketika anak-anak kecil
berbicara beliau selalu mendengarnya. Hampir
satu bulan saya menetap satu rumah dengan Abu
Firas pada ramadhan tahun lalu, kami sahur dan berbuka bersama, hanya
sesekali beliau absen
karen harus terjun ke front. Suatu ketika baru saja kami berbuka, tiba-tiba
datang mujahid muda melaporkan kesulitan
mereka mengevakuasi jenazah mujahidin karena
dihujani tembakan terus-menerus oleh tentara
rezim. Seketika itu Abu Firas menghentikan
santapan berbukanya dan langsung ke lokasi. Problem itu akhirnya
teratasi, Abu Firas memiliki
kharisma tersendiri dimana para mujahidin muda
seperti mendapat semangat baru jika Abu Firas
ikut terjun ke front. Selain itu Abu Firas juga memiliki hati yang lembut
dan mudah meneteskan air mata. Suatu ketika
beliau mengimami kami sholat shubuh. Beliau
membaca ayat tentang jannah dan adzab.
Seketika langsung menangis tersedu-sedu.
Demikian pula ketika kami berpamitan untuk kembali ke Indonesia,
beliau menangis melepas
kami sambil berkata, "Jika kita tidak berjumpa lagi
di dunia, kita akan berjumpa di akhirat." Abu Firas juga banyak
memahami ilmu dien,
dalam satu perbincangan beliau membahas
hadits-hadits akhir zaman hingga ke persoalan
qira'ah Al Quran, di situ pula kami baru tahu
ternyata beliau hafal Al Quran 25 juz lebih.
Alhamdulillah, saat tugas kedua ke Suriah, saya berkesempatan
bersilaturrahim ke rumah beliau
yang juga pernah terlibat jihad di Iraq. Saya
dijamu untuk makan bersama beliau dan berfoto
bersama beliau.
[Pz/Islampos]