Jakarta(Al-Iqab) - Sayyid Qutb lebih panjang namanya, dibandingkan
dengan usianya.
Ia akan terus dikenang, diingat, dan menjadi
inspirasi Gerakan Islam di seluruh dunia, sepanjang
sejarah. Tak akan pernah pupus. Sosok manusia yang benar-benar mengamalkan
makna dari : "Syahadatain", Asyhadu alla ilaha illaLlah, wa asyhadu
anna Muhamadar Rasulullah,
secara total. Karena itu, Sayyid Qutb memilih tiang
gantungan, dibandingkan harus menerima
tawaran jabatan dari Presiden Gamal Abdul Nasser,
dan meminta maaf kepada penguasa yang zalim
itu. Sayyid Qutb memahami, komit (iltizam), dan
istiqomah secara total terhadap "Syahadatain",
sampai akhir hidupnya, ditiang gantungan. Tidak
pernah bergeser sedikitpun. Ia memahami makna
kepada siapa wala'nya harus diberikan, dan
terhadap siapa harus bersikap bara'. Maka, ketika Sayyid Qutb menuju
tiang gantungan,
wajahnya tetap menampakkan keteguhan, bukan
kesedihan. Sampai pengawal yang
mengantarkannya ke tiang gantungan, terkesan,
kelak masuk menjadi anggota Ikhwan. Peristiwa yang berlangsung empat puluh tujuh
tahun yang lalu, seperti baru melihat peristiwa
beberapa hari yang lalu, betapa heroiknya Sayyid
Qutb menghadapi hari-hari terakhirnya. Tak
merasakan kesedihan. Tetapi, kehendaknya ingin segera bertemu dengan
sang Kekasih Rabbul Alamin, tak lagi bisa dihalang-
halangi, tak peduli dengan ancaman tiang
gantungan oleh rezim Gamal Abdul Nasser. Sayyid Qutb adalah seorang
penulis, pendidik,
penyair, pemikir, dan sekaligus menjadi ideolog
Jamaah Ikhwanul Muslimin, sesudah kematian
Hassan al- Banna, tahun l948. Sayyid Qutb menjadi
pengarah dan pembimbing bagi generasi Ikhwan
berikutnya dengan buku-bukunya yang sangat monumental. Seperti Ma'alam
fi-l-Thariq dan Tafsir
Fi Zillalil Qur'an. Sayyid Qutb salah satu mata-air dan "inspirator "
besar bagi kebangkitan Islam kontemporer.
Bersama dengan Maulana Maududi, pendiri Jamaat
- e -Islami, dan tokoh-tokoh lainnya, yang lahir di
awal abad ke l9, dan terus memancarkan sinar bagi
kebangkitan Islam. Sayyiid Qutb memberi ruh baru bagi generasi Islam.
Melalui kitabnya "Ma'alim fi -l- Thariq", bagaimana
Qutb memberikan pendidikan dan motivasi yang
sangat luar biasa kepada generasi Islam, agar
mereka menjadi generasi Qu'rani, seperti generasi
Salaf, para Shahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, yang
benar-benar mereka hidup dibawah
naungan dan bimbingan al-Qur'an, dan mereka,
menurut Qutb, sebagai generasi yang sangat unik. Karya awalnya, yaitu
tentang Keadilan Sosial dalam
Islam , yang ia tulis pada tahun 1949. Qutb yang
mula-mula sebagai penganut faham sosialis,
kemudian berkenalan dengan dakwah Ikhwan,
dan berubah, mempelajari Islam, memahaminya,
serta menyakininya, dan Qutb memperjuangkan dengan tulus (ikhlas),
seluruh jiwa dan raganya
secara total diserahkan kepada Rabbnya. Tak ada kecintaan lagi
terhadap makhluk atau
apapun, kecuali terhadap Rabbnya, semata. Qutb
belum menikah, sampai tiang gantungan,
mengantarkan kepada kematiannya. Quthb menghabiskan lebih setengah tahun, di
Greeley , Colorado, Amerika, mempelajari
kurikulum di Colorado State Teachers College,
tahun l949, saat ia dikirim oleh Departemen
Pendidikan Mesir, yang sekarang menjadi
Universitas Northern Colorado. Apa yang ia dilihat mendorongnya mengutuk
Amerika yang sangat materialistik, tempat manusia
menyembah materi bukan Tuhan, dan tak
selayaknya Muslim harus bercita-cita menyembah
kepada materi, dan makhluk sesamanya.Itu hanya
akan membawa kepada kehancuran belaka, tuturnya. Qutb meninggalkan
Amerika, saat ia melihat
bagaimana rakyat Amerika berpesta-pora, di mana
kabar merebak tentang kematian pemimpin
Jamaah Ikhwanul Muslimin, Hasan al-Banna, yang
tewas ditembak mati oleh seorang opsir yang
menjadi kaki tangan Raja Farouk, antek penjajah Inggris. Lalu, Qutb
ingin tahu, siapa sebenarnya Hasan al-
Banna, yang mendapatkan perhatian masyarakat
Amerika, saat peristiwa terbunuhnya pemimpin
Jamaah Ikhwan, kemudian membuat rakyat
Amerika eforia (bergembira). Sekembalinya ke
Mesir dari Amerika, Qutb lebih banyak membaca tentang tulisan yang
dimuat di surat kabar,
majalah, dan berbagai cerita tentang Ikhwan,
sampai kemudian Sayyid Qutb bergabung dengan
Ikhwan. Sayyid Qutb meenulis 24 buku, termasuk kritik
novel, seni sastra , bekerja di bidang pendidikan, ia
paling dikenal di dunia Muslim karyanya yang dia
yakini memiliki pengaruh di dalam kehidupan
sosial dan politik Islam , khususnya bukunya
tentang Keadilan Sosial Dalam Islam, Ma'alim fi-l- Thariq, dan Fi
Zillali Qur'an, yang ditulisnya saat
berada dipenjara. Sayyyid Qutb mengajarkan tauhid dalam Islam,
yang menjadikan Allah Rabbul Alamin, sebagai
satu-satunya Dzat, yang hanya berhak dicintai dan
diibadahi. Rabbul Alamin hanya satu-satunya Dzat
yang menjadi tujuan hidup manusia, dan tidak ada
yang berhak ditaati, diibadahi, disembah, ditakuti, dan dimintai
pertolongan, selain hanya Allah
Rabbul Alamin. Menurut Sayyid Qutb, bila manusia tidak
menyembah dan mencintai Allah Azza Wa Jalla,
pasti manusia akan menyembah kepada selain
Allah, dan manusia akan mencintai selain Allah
Azza Wa Jalla. Tak selayaknya manusia yang diberikan akal dan
kenikmatan yang sangat luar biasa oleh Sang
Pencipta, kemudian berkhianat, dan menolak
segala kehendak-Nya dan Syariah-Nya. Itulah
menurut Sayyid yang akan menyebabkan manusia
akan mendapatkan dirinya menjadi nista, dan tak lagi berguna, terutama
bagi masa depannya. Bila manusia masih ambigu (mendua) sikapnya
dalam hidup, diantara iman dan kufr, maka
selamanya manusia akan terus berada dalam
kebimbangan dan kebinasaan. Karena, tidak dapat
memilih, tentang sejatinya yang harus dipilihnya. Tidak mungkin
seorang Mukmin, memilih beriman
kepada Allah Azza Wa Jalla, tetapi dalam waktu
bersamaan masih bisa bercengkerama dan
bersahabat dengan mereka-mereka yang
memusuhi dan tidak mau patuh dan tunduk
kepada Rabbnya. Karena itu, Sayyyid Qutb, ketika sudah bergabung
dengan Jamaah Ikhwan, dan memahami makna
Islam dan Syahadatain, tak pernah lagi, mau
bermanis-manis, dan berkompromi dengan segala
bentuk kekufuran dan kemusyrikan, termasuk
berkompromi dengan penguasa yang Mesir. Sikapnya begitu sangat tegas
terhadap Jenderal
Gamal Abdul Nasser, menolak meminta maaf,
karena memang dia tidak bersalah. Seorang kolonel menemuinya, dan menawarkan
jabatan di dalam pemerintahan Gamal Abdul
Nasser, dan ia diminta meminta maaf, maka Sayyid
Qutb akan dibebaskan. Ia bisa menikmati
kehidupan yang sangat layak, sebagaimana
kehidupan manusia yang sudah tergadai imannya. Sejarah mencatat Sayyid
Qutb memilih jalannya
sendiri, dan memenuhi takdirnya di tiang
gantungan dengan wajah tetap tersenyum, saat
akan menemui Rabbnya. "Telunjuk seorang mukmin yang selalu diangkat,
saat shalat, sebagai bentuk pengakuannya
terhadap ketauhidan Rabbul Alamin, tak hendak
digunakan menulis atau menandatangani sesuatu
yang dapat menyebabkan murka-Nya". tutur
Sayyid Qutb. Maka, ia tak pernah mau menerima tawaran dari Gamal Abdul
Nasser, sampai ajal
datang. Sungguh indah kematiannya. Sungguh kematian yang sangat indah, bagi
seorang pejuang, dan pembela prinsip, dan
keyakinan atas Keesaan Rabbnya, tanpa mengenal
rasa cemas, takut, dan kawatir, dan Allah Rabbul
pasti memenuhi atas janji-Nya. Sayyid Qutb menjadi
anugerah yang tak terhingga bagi Muslim di seluruh dunia. Wallahu'alam.