Oleh: Muh. Istiqamah
Wakil Sekretaris LPPI Makassar
(Al-Iqab) - Risalah
Amman atau Amman Message adalah
sebuah nota kesepahaman antar-mazhab dalam
Islam yang ditandatangani oleh ratusan ulama
lintas mazhab dan negara dari segenap penjuru
dunia, merupakan seruan persatuan umat Islam
sedunia, agar tidak terpecah belah meskipun berbeda mazhab. Secara
khusus, orang-orang Syiah menjadikan
Risalah Amman sebagai legitimasi keabsahan
mazhab mereka. Karena itu kita dapati akhir-
akhir ini Syiah sering menjadikannya sebagai
tameng untuk mengadakan taqrib (pendekatan
atau penyatuan) antara Sunni dan Syiah. Sering kali mereka mengobralnya kepada
masyarakat Islam bahwa "Syiah salah satu
mazhab dalam Islam". Salah satu bukti getolnya Syiah
mensosialisasikan Risalah Amman adalah
diterbitkannya buku Menuju Persatuan
Umat yang dilengkapi dengan teks Risalah
Amman. Buku ini pada awalnya berjudul Satu
Islam, Sebuah Dilema yang merupakan kumpulan tulisan para cendikiawan muslim
Indonesia, di antaranya Quraish Shihab,
Jalaluddin Rakhmat, Nurkholis Majid, dsb.
Sehingga dengan usaha-usaha yang dilakukan
orang-orang Syiah, tidak terhitung lagi betapa
banyak kaum Muslimin yang terkecoh oleh Syiah melalui Risalah Amman.
Namun bukan berarti kami ingin
mempertanyakan keabsahan Risalah Amman itu
sendiri, karena nota kesepahaman ini telah
ditandatangani oleh 552 ulama dari berbagai
belahan dunia yang menunjukkan keasliannya
dan kebenaran isinya, Insya Allah. Kami lebih kepada usaha untuk
mencermati poin-poin yang
tertuang dalam Risalah Amman tersebut,
terutama pada poin pertama. Poin Pertama Risalah Amman
Untuk mendapat
pengakuan, sering kali orang
Syiah mengutip sebagian teks dari poin pertama
Risalah Amman yang berbunyi, "Siapa saja yang
mengikuti dan menganut salah satu dari empat
mazhab Ahlus Sunnah (Syafi'i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab
Syiah (Ja'fari dan Zaydi), mazhab Ibadi dan mazhab Zhahiri adalah
Muslim. Tidak diperbolehkan mengkafirkan
salah seorang dari pengikut/penganut mazhab-
mazhab yang disebut di atas. Darah, kehormatan
dan harta benda salah seorang dari pengikut/
penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas
tidak boleh dihalalkan." Memang tidak mungkin kita menyalahkan teks
ini, apalah artinya kami di hadapan ratusan
ulama yang ikut tanda tangan menyetujui isi teks
Risalah Amman ini. Namun kami mengajak
pembaca mencermati lebih mendalam poin ini.
Mazhab yang dimaksud di sini adalah pandangan seseorang dalam masalah fiqh, dan
bukan mazhab akidah. Artinya semua yang
melaksanakan ibadah-muamalah yang sesuai
dengan kedelapan mazhab di atas adalah
muslim, tidak boleh dikafirkan. Apakah kita menganggap seseorang itu keluar
dari statusnya sebagai muslim hanya karena dia
sujud di atas tanah karbala? Apakah dia
langsung divonis kafir karena dia tidak
bersedekap dalam shalat? Apakah seseorang
boleh dikafirkan hanya karena dia tidak mengucapkan "Amin" dalam shalat? Apakah
seseorang murtad hanya karena mengusap kaki
dalam wudhu dan tidak membasuhnya? Apakah
kita boleh menganggap kafir seseorang hanya
karena dia mengorientasikan pandangan
fiqhnya pada mazhab ja'fari? Tentu jawaban dari ini semua adalah
'tidak'. Seseorang tidak boleh dikafirkan hanya karena
berbeda mazhab fiqh, inilah yang dimaksud
dalam bunyi poin di atas. Mari kita perhatikan teks selanjutnya dari poin
pertama ini, "Lebih lanjut, tidak diperbolehkan
mengkafirkan siapa saja yang mengikuti akidah Asy'ari atau siapa saja
yang mengamalkan tasawuf (sufisme). Demikian pula, tidak diperbolehkan
mengkafirkan siapa
saja yang mengikuti pemikiran Salafi yang sejati. Sejalan dengan itu,
tidak diperbolehkan mengkafirkan kelompok Muslim manapun yang
percaya pada Allah, mengagungkan dan
mensucikan-Nya, meyakini Rasulullah (saw) dan
rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam,
serta tidak mengingkari ajaran-ajaran yang
sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam." (pada poin ini tidak
disebutkan 'percaya
pada imamah' yang merupakan pokok
keyakinan Syiah) Pada teks ini
larangan takfir (mengkafirkan) hanya berlaku pada tiga kelompok kaum
Muslimin , mereka itu; Asy'ariyyah, Sufi dan Salafi. Titik! Dan tidak
disebutkan "Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah",
tentu para ulama tersebut mempunyai
pandangan yang tajam dan alasan yang kuat
mengapa "Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah"
tidak dimasukkan dalam deretan kelompok yang tidak boleh dikafirkan.
Teks inilah yang
banyak dilupakan oleh kaum Muslimin. Larangan takfir ini dilanggar
oleh Syiah. Mereka
justru mengkafirkan tiga kelompok di atas
(Asya'ari, sufi dan salafi) dan seluruh kaum
Muslimin yang tidak mengenal atau mengikuti
imam zamannya (tentu yang dimaksud adalah
12 imam Syiah) maka ia mati jahiliyah, mati di luar Islam. (Emilia
Renita Az, 40 Masalah Syiah, Buku
Pedoman Dakwah IJABI, hal 98) Kemudian larangan takfir juga berlaku untuk
semua kaum Muslimin yang percaya pada Allah, meyakini Rasulullah, dan
rukun-rukun iman, mengakui lima rukun Islam, sertatidak mengingkari
ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam agama Islam.
Sehingga yang berbeda atau menyalahi keyakinan ini –
menurut Risalah Amman- maka
larangan takfirnya tidak berlaku, atau dengan
kata lain bisa masuk dalam kelompok yang bisa
dikafirkan. (kata-kata yang tebal inilah yang
merupakan batasan pembeda antara kelompok Islam yang boleh divonis
kafir atau tidak,
kelompok Islam yang lurus akidahnya atau
menyimpang)
Selanjutnya mari kita bandingkan poin-poin ini
dengan akidah Syiah.
Pertama, Syiah memiliki Tuhan dan Nabi yang
berbeda dengan Tuhan dan Nabi-nya kaum
Muslimin, Sayyid Nikmatullah Al-Jazairi –seorang
ulama rujukan Syiah- mengatakan, ﻻﻭ ﻪﻟﺇ ﻰﻠﻋ ﻊﻤﺘﺠﻧ ﻢﻟ ﺎﻧﺇ ﻪﻠﺻﺎﺣﻭ ﻢﻬﻧﺃ
ﻚﻟﺫﻭ ،ﻡﺎﻣﺇ ﻰﻠﻋ ﻻﻭ ﻲﺒﻧ ﻰﻠﻋ ﻥﺎﻛ ﻱﺬﻟﺍ ﻮﻫ ﻢﻬﺑﺭ ﻥﺃ ﻥﻮﻟﻮﻘﻳ ﻪﻴﺒﻧ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ
ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﺪﻤﺤﻣ ﻻ ﻦﺤﻧﻭ .ﺮﻜﺑ ﻮﺑﺃ ﻩﺪﻌﺑ ﻪﺘﻔﻴﻠﺧﻭ ﻞﺑ ،ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻙﺍﺬﺑ ﻻﻭ ﺏﺮﻟﺍ ﺍﺬﻬﺑ
ﻝﻮﻘﻧ ﺮﻜﺑ ﻮﺑﺃ ﻪﺘﻔﻴﻠﺧ ﻱﺬﻟﺍ ﺏﺮﻟﺍ ﻥﺇ ﻝﻮﻘﻧ .ﺎﻨﻴﺒﻧ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻚﻟﺫ ﻻﻭ ﺎﻨﺑﺭ ﺲﻴﻟ
Kesimpulannya: kita (Syiah Imamiyah dan Ahlus
Sunnah) tidak satu Tuhan, tidak satu Nabi dan
tidak satu Imam. Pasalnya, Tuhan yang mereka
(Ahlus Sunnah wal Jamaah) akui adalah Tuhan
yang menjadikan Muhammad shallallahu 'alaihi
wasallam sebagai Nabi-Nya dan Abu Bakar sebagai khalifahnya sepeninggal beliau,
sedangkan kami (Syiah Imamiyah) tidak
mengakui Tuhan yang seperti ini. Akan tetapi
Tuhan yang menjadikan Abu Bakar sebagai
khalifah bukanlah Tuhan kami, dan Nabi itu pun
bukanlah Nabi kami. (Al-Anwar Annu'maniyyah, Sayyid Nikmatullah
Al-Jazairi, jilid 2, hlm. 278,
Mu'assasah Al-'Alami Lil Matbu'at, Beirut,
Lebanon.) Dengan keyakinan seperti ini, Syiah keluar dari
kelompok kaum Muslimin yang tidak boleh
ditakfir.
Kedua, rukun Iman dan rukun Islam yang dimaksud dalam poin
di atas tentunya rukun
Iman yang enam dan rukun Islam yang lima
yang selama ini kita kenal dan telah menjadi ijma'
kaum Muslimin. Sedangkan Syiah memiliki rukun iman dan
rukun Islam sendiri, yang berbeda dengan ijma'
kaum Muslimin.
Rukun Iman versi Syiah ,
(1) Tauhid,
(2) Adalah
(percaya pada keadilan ilahi),
(3) Nubuwwah,
(4) Imamah,
(5) Al-Ma'ad (percaya pada hari
akhir)
Rukun Islam versi Syiah ,
(1) Shalat,
(2) Puasa,
(3) Zakat,
(4)
Khumus (kewajiban mengeluarkan
seperlima harta),
(5) Haji,
(6) Jihad,
(7) Amar
Ma'ruf dan Nahi Munkar,
(8) Tawalla (membenci
apa yang dibenci Rasul saw dan ahlul baitnya),
(9) Tabarra (mencintai apa yang dicintai Rasul
saw dan Ahlul Baitnya),
(10) Amal Shaleh (Lihat buku 40 Masalah Syiah,
Emilia Renita Az, Buku
pedoman dakwah IJABI). Rukun Iman dan Rukun Islam yang berbeda
menegaskan kembali bahwa Syiah keluar dari
kelompok Islam yang tidak boleh divonis kafir.
Ketiga, tidak
mengingkari ajaran-ajaran yang sudah pasti dan disepakati dalam agama
Islam.
Salah satu pokok ajaran dalam Islam yang
sangat fundamental dan telah disepakati dalam
agama Islam dari dulu sampai sekarang, bahkan
sampai hari kiamat adalah keaslian Al-Qur'an,
tidak ditambah dan tidak dikurangi. Sedangkan Syiah mengingkari
keaslian Al-Qur'an, mayoritas
ulama Syiah berpandangan demikian demikian,
di antaranya, Al-Fadhl bin Syadzan An-Naisaburi,
Furat bin Ibrahim Al-Kufi, Al-Ayyasyi, Al-Qummi,
Al-Kulaini, Ali bin Ahmad Al-Kufi, Muhammad bin
Ibrahim An-Nu'mani, Al-Mufid, Abu Manshur Ath- Thubrusi, Abul Hasan
Al-Irbili, Al-Faidh Al-
Kasyani, Al-Hurr Al-'Amili, Hasyim Al-Bahrani,
Muhammad Baqir Al-Majlisi, Ni'matullah Al-
Jaza'iri, Yusuf bin Ahmad Al-Bahrani dan masih
banyak lagi. Inilah ulama-ulama Syiah yang
menjadi rujukan sepanjang abad. Bahkan seorang ulama Syiah yang sangat
kesohor dan
kuburannya sangat diagungkan oleh Syiah –
sebagai bukti pemuliaan mereka terhadapnya-
An-Nuri Ath-Thabarsi menulis satu kitab khusus
yang menetapkan dan menegaskan akan
adanya perubahan pada Al-Qur'an (Fashl Khithab Fi Istbat Tahrifi
Kitabi Rabbil Arbaab),
bahkan dalam muqaddimah bukunya tersebut ia
mengetengahkan hampir 40 nama ulama Syiah
yang mendukung pendapatnya! Sehingga
pendapat mereka yang mengatakan bahwa Al-
Qur'an tidak asli lagi sudah menjadi akidah dan ajaran pokok Syiah.
Tiga batasan yang dilanggar Syiah ini semakin
menegaskan bahwa Syiah bukanlah kelompok
Islam yang lurus akidahnya dan keluar dari
kelompok-kelompok Islam yang tidak boleh
divonis kafir menurut Risalah Amman yang telah
ditandatangani oleh lebih dari 500 ulama sedunia.